Mungkin anda barusan, atau tadi pagi melihat Bunglon yang berwarna hijau, sedang bertengger dipohon, atau semak-semak, sehingga menuntun anda untuk membuka mbah google. Atau anda penasaran bagaimana cara bunglon berkembang biak, karena memang anda tidak pernah menemukan telurnya. Jangankan telurnya om, lihat batang hidungnya si bunglon ini aja udah merasa beruntung banget. Baiklah mari kita bahas lebih lanjut.
Dari sekian banyak jenis Bunglon yang sering kita jumpai di alam liar adalah dari spesies Bronchocela sp.. Jenis Bunglon paling adaptif ini masih relatif mudah ditemukan di Indonesia . bahkan saking tolerannya dia dapat hidup di pinggiran kota yang masih terdapat pohon/semak-semak. Kadal hijau berjubai ini masuk dalam Ordo Squamata, Sub-ordo Sauria, Infra-ordo Iguania, Famili Agamidae (Draconinae) Genus Bronchocela, Spesies B. jubata (Kuhl, 1820).
Bunglon sendiri merupakan reptil yang berdarah dingin (poikiloterm), sebagaimana kadal, biawak, buaya, tokek dan cicak. Umumnya kita mengenal literatur lama yang berbunyi "reptil berkembangbiak dengan cara bertelur". Namun, yang membedakan adalah sebagian memang mengeluarkan telurnya (Ovipar) lalu meletakkan di tempat aman atau di sarang, sampai menetas. Sedangkan sebagian lagi menyimpan dalam perutnya hingga menetas di dalam, dan keluar sudah dalam bentuk bayi mereka (Ovovivipar).
Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, seiring perkembangan riset mengenai reptil, diketahui bahwa ada sebagian reptil yang beranak (vivipar). Bahkan ada yang berkembang biak dengan cara tanpa melakukan pembuahan (fertilisasi) yang dikenal dengan partenogenesis. Partenogenesis adalah bentuk khusus reproduksi yang terjadi secara alami di mana sel telur mengalami perkembangan menjadi embrio dan pertumbuhan hingga menjadi individu baru tanpa melalui fertilisasi.
Pada musim kawin, Bunglon jantan menarik perhatian betina untuk dapat berkembangbiak dengan cara menganggukan kepala mereka, menggembungkan tenggorokan mereka, menegakkan surai mereka dan juga menampilkan warna terang mereka. Bunglon jantan dapat dikenali dengan ukuran kepala dan leher lebih besar. Betina dapat menerima atau menolak jantan. Jika betina menolak, ia mungkin akan melarikan diri atau ia juga dapat menghadapi jantan dan mendesis dengan mulut terbuka. Dia bahkan mungkin menyerang dan menggigitnya. Gigitan serius dari betina ini bisa membunuh bunglon jantan.
Sebagian besar spesies bunglon berkembang biak dengan cara bertelur ( ovipar ). Telur tersebut nantinya akan ditempatkan di terowongan atau lubang-lubang di dalam tanah atau di bawah batu atau daun. Hal ini membuat telur mereka menjadi dingin dan lembab. Setelah bertelur, betina menutupi area dengan kotoran untuk menyembunyikannya dari predator. Bunglon biasanya bertelur setelah periode kehamilan selama 3 sampai dengan 6 minggu.
Bunglon terkenal karena memiliki kemampuan untuk merubah warna kulitnya tergantung dari tempatnya. hewan ini biasanya beristirahat pada malam hari, mereka menghangatkan diri mereka saat hari dengan cara berjemur, atau beristirahat di bawah sinar matahari. Jika mereka merasa diri mereka terlalu hangat, mereka akan menurunkan suhu tubuh mereka dengan beristirahat di tempat teduh. Semua kegiatan dari hewan ini berlangsung selama siang hari.
Jenis Bunglon paling adaptif yang sering ditemukan di Indonesia umumnya termasuk dalam Ordo Squamata, Sub-ordo
Sauria, Infra-ordo Iguania, Famili Agamidae (Draconinae) Genus Bronchocela,
Spesies B. jubata (Kuhl, 1820).
Berdasarkan reptil database (2015), B. jubata
memiliki ciri khusus yang membedakan dengan spesies yang berkerabat dekatnya B. cristatella, yaitu dengan adanya
jumbai pada bagian dorsal yang lebih
panjang. Berdasarkan pengamatan kondisi normal sisik berwarna hijau daun, pada
bagian dorsal berwarna lebih cerah.
Sekitar 2/3 dari panjang ekor berwarna coklat. Dalam kondisi terancam B. jubata mengalami perubahan warna
menjadi coklat seluruhnya. Dari sejumlah sampel yang diukur menunjukkan panjang
total yaitu 55 cm, panjang ekor 40 cm, SVL (Snout
Vent Length) 15 cm; n=3. Jubai /surai
punggung lebih pendek dari pada jubai tengkuk, terus mengecil sampai ke pangkal ekor.
Ukuran B.
jubata yang ditemukan hampir sama dari data dari reptil database (2015), dengan ukuran tubuh /SVL 88,7-135,6
atau, rata-rata 112,90, n = 51) dan
panjang ekor = 344,74, n = 35. tympanum besar, lebih dari setengah diameter
orbital. Sisik crest nuchal lebih besar, membengkok dan mengarah ke
belakang, lebih besar dari diameter orbital. Spesies ini ini dapat dibedakan
dari jenis lainnya dengan kombinasi 5-6 sisik antara nasal dan sepanjang rostralis
canthus, sisik tubuh berlunas, besar, memanjang, dengan hanya deret paling
atas mengarah ke atas, yang menonjol pada tengkuk dan memiliki dorsal crest, dan Spesies ini memiliki
perbedaan pada spesies jantan dan betina, dengan kantung gular besar pada
jantan.
Jenis Iguanidae ini memiliki habitat alami
pada pohon-pohon di hutan tropis, namun masih relatif mudah dijumpai pada
kebun, ladang, agroforestry, bahkan wilayah sub-urban ( reptil database, 2015). Berdasarkan lokasi
pengamatan, kadal ini dijumpai terutama mendiami tajuk pohon-pohon Avokad, Waru
lanang, serta semak-semak dengan ketinggian dari tanah lebih dari 1 meter, terutama
Eupatoria odorata (Najihin,2016).
Pustaka: Najihin, M. Ishlahun, 2016. Studi Diversitas dan Kelimpahan reptil pada ekoton Kebun jeruk Sistem Konvensional, di desa Selorejo, Dau Malang. (Univ. Brawijaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar